1001 Jalan
P : Abang
dulu kuliah di Seni ya?
A : Iya.
P : Kok
ambil bidang seni? bisa jadi apa nanti bang?
A :
Pengennya sih jadi presiden? (asal jawab)
P : Emangnya
bisa ya bang?
A : Bisa saja lah,
kan ndak ada aturannya seniman tak boleh jadi presiden. Setidaknya jika abang
dah satu level dengan maestro besar, bisa jadi nnti abang duduk satu meja same
presiden meski abang bukan pejabat. Pernah liat seniman besar lokal duduk satu meje same
Bupati kan?" (resolusi asal jawab menjadi terdengar logis.)
P : ooh iya,
pernah bang!!
Musik Yang Hram!!
P : Bang,
kawan saya bilang musik tu haram!! Kenapa dia bilang gitu ya bang?
A : ooh...
seni itu kan imitasi dari alam (Aristoteles), lalu kalau musik tu kan bunyi dan
suara. Mungkin yang haram tu musik yang niru *suara babi. (nyeleneh)
P : Ada ya
bang yang kayak gitu?
A : Ada lah,
musik yang suka didengar dan dimainkan anak SMA sekarang tu, suara vocal nya
ada yang mirip macam suara babi (katanya sih genre Metal, padahal Underground).
Syurga Hati!
P : Bang, ade
guru marahkan kamek (kami)!!! Die bilang “baca surah Yaa-Siin itu tak akan buat
kalian masuk surga!!!” Masih ingat kmek (kami) dengan kata-kata Ibu itu!!
Menurut abang giman dengan pendapat dia tu?
A : Ape yang
bathin mu rase setelah bace surah Yaa Siin?
P : Tenang
rasenye bang!!
A : Itulah die
syurga, syurga dunia!!
Main-main
tapi dibayar!
Suatu kali aku diminta
pihak bank untuk mengurus administrasi agar saat melakukan transfer tunai tidak
ada lagi beban biaya. Awalnya interview berjalan biasa saja sembari petugas
Teller Bank menginput dataku ke data base. Pada satu momen sampailah obrolan ke
topik yang serasa menggelitik..
Teller bank :
Penghasilan perbulannya berapa bang?
Aku : kira-kira sekian perbulan
Teller Bank : Kerjanya
apa bang?
Aku : eeeeee.. eeee..
main... main... ( bingung memilih istilah yang sesuai untuk “main musik”)
Teller Bank : wah..
hebat ya bang !! kerjanya hanya main-main tapi dibayar!!
Aku : Hahaha.. iya mbak (cengengesan)
Aku : Hahaha.. iya mbak (cengengesan)
Saat berjalan keluar
dari kantor Bank, aku berfikir, “hihihi...benar juga ya! Main-main tapi
dibayar. Dibilang kerja tapi serasa main-main, dibilang main-main tapi ada
bayaran.”
Tulisan
Beda, Bacanya Sama
Aku
seorang guru sekolah, seperti biasanya kegiatanku adalah mengajar siswa agar mengenali
dan memahami sesuatu serta melatihnya berfikir. Biasanya dimenit-menit akhir
jam pelajaran aku mengadakan test lisan untuk mengunci pengetahuan siswa.
Hasilnya selalu memuaskan, setiap siswa yang kutanya bisa memberikan jawaban
yang benar.
Suatu
kali, aku mengadakan Ulangan Harian untuk mengetahui seberapa efektif
pencapaian proses pembelajaran, mengevaluasi serta mengetahui apa yang harus
kuperbaiki. Setelah Ulangan Harian selesai diselenggarakan, maka akupun segera
mengoreksi jawaban seluruh siswa. Ada hal yang membuatku sangat bingung. Pada
soal no. 9, “Modal Scale tingkat ke- 7
adalah ...” mayoritas siswa menulis “Lokrian”
sebagai jawabannya. Padahal sewaktu mengajar dikelas, aku selalu menulisnya
dengan kata “Locrian” dipapan tulis. Lalu,
aku bergumam didalam hati,
”
Ini gimana ya? Kalau dibaca sama saja sih!! kalau disalahkan malah kesannya
pembelajaran tidak berhasil, padahal siswa memang tau jawabannya. Jika
dibiarkan benar, maka hal ini akan terus berlanjut. Setelah berfikir panjang,
aku pun memutuskan untuk menyalahkan semua jawaban siswa yang ditulis dengan
kata “Lokrian”.
Pada pertemuan selanjutnya, lembar
jawaban kubagikan kepada siswa untuk dibahas dan akupun menuliskan jawabannya
satu persatu ke papan tulis. Saat pembahasan sampai di soal no. 9, tiba-tiba saja
ada siswa yang menginterupsi dan maju ke depan kelas untuk bertanya kepadaku
dan didengar oleh semua siswa lainnya dikelas itu.
Siswa : Pak, jawaban
dari soal itu kan “Lokrian”, ini saya betul kok jawabnya, Lokrian. Kalau dibaca
kan sama saja bunyinya. Kenapa disalahkan pak?
Aku : Ini kan test
tertulis, bukan test lisan. Meski kamu nyebutnya benar, kalau tulisannya salah,
ya tetap salah.
Siswa : Oh, iya ya!
(menganggukkan kepala sambil berjalan kembali menuju tempat duduknya)
Tunangan Itu Tak Ada Dalam Islam
P : Kau nanti pakai
acara tunangan ke?
A : Iye, kau pakai
ndak?
P : Ndak, soalnye bapakku
bilang tunangan tu kan ndak ade dalam Islam.
A : Iyelah, yang bilang
itu syari’at Islam siape gak! Kan itu adat jak. Dikerjekan ndak ape-ape, tak
dikerjekan pun ndak ape-ape.
P : (diam)
Penulis : Alfioderi
Penulis : Alfioderi
Comments
Post a Comment