Mahayana Blog

Secara terminologi beruas adalah alat musik ritmik yang digunakan untuk mengiringi tarian Jepin. Pada awalnya, orang-orang Melayu pesisir Kalimantan Barat zaman dahulu menjadikan kaleng dan kayu sebagai alat musik ritmik untuk mengiringi tarian Jepin (ada pendapat yang mengatakan tepuk tangan dilakukan untuk memberi ritme kepada penari). Hal ini pernah terjadi di desa Teluk Pak Kedai pada tahun 1930an semasa kesultanan Kubu (saat ini sudah menjadi bagian dari daerah Kabupaten Kubu Raya). Selang beberapa tahun kemudian, seniman setempat mulai menciptakan sebuah alat musik ritmis berbahan dasar batang kelapa (bagian yang mendekati akar) dan kulit kambing.   Secara epistomologi kata “beruas” berasal dari bahasa bahasa Melayu yang terdiri dari dua kata yaitu “be’ dan “ruas”. “Be” merupakan kata sifat, sedangkan “ruas” merupakan kata benda. Jika digabungkan maka tafsirnya adalah “sesuatu benda yang disifati memiliki ruas-ruas.” Jika kita perhatikan, pada batang kelapa terdapat ruas-r

Gambus adalah alat musik petik yang diyakini merupakan tiruan dari alat musik petik Arab. Philip Khuri Hitti (2005) mengatakan, “… m asyarakat Pra-islam di Hijaz telah lama mengenal gambus dari kulit (mizhar ), namun o rang Lakhmi di Hirah telah menggunakan gambus dari kayu ( o ud menjadi “lute” dalam bahasa inggris), yang kemudian ditiru oleh orang Hijaz .” Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa musik petik ini digolongkan menjadi dua jenis, yaitu : mizhar (kulit) dan oud (kayu). Belum ada teori yang memaparkan, alat musik petik yang mana yang dimaksudkan merupakan rujukan tiruan gambus. Tetapi ,melihat wujud gambus yang digunakan pada mayoritas suku Melayu nusantara, alat musik ini lebih dekat dengan wujud mizhar . Gambus dimainkan dengan cara yang sama seperti oud , yaitu dipetik  M. Yusuf Dahyani (Alfioderi : 2016) mengatakan bahwa Gambus telah digunakan dalam musik iringan tari Jepin di kota Pontianak sejak tahun 1950an sedangkan oud baru